PEMBERI NASIHAT
ia punya ratusan — atau mungkin ribuan — stok nasihat. Ia ingin berbagi kebijaksanaan kepada sebanyak mungkin orang. Ia percaya orang-orang bermasalah itu butuh nasihat. Maka ia mencari-cari orang bermasalah, atau mempromosikan kebijaksanaan dari buku-buku yang ia baca, agar orang-orang bermasalah membacanya atau mendengarnya lalu mendatanginya untuk meminta nasihat. Demikianlah setiap hari ia memberi nasihat dan merasa senang karena bisa berbagi kebijaksanaan. Tetapi tak setiap hari orang bermasalah, juga tak setiap hari orang bermasalah mendatanginya. Lama-lama ia mulai resah karena khawatir tak lagi bisa berbagi. Bukankah menasihati adalah kebaikan? Ia tak ingin kehilangan pahala dari amal menasihati ini. Maka ia mulai melihat orang dengan cara lain: menyelisik kekurangan dan kekeliruan orang lain. Pelan tapi pasti ia pandai melihat banyak kesalahan pada diri orang, pada keadaan, hingga ia mulai yakin bahwa dunia bermasalah, semua orang punya masalah, dan ia senang karena kini ia merasa bisa memberi nasihat, entah diminta atau tidak, hingga ia tiba pada titik di mana engkau boleh menyebutnya sebagai “kecanduan menasihati.” Setiap hari ia ke sana ke mari memberi nasihat, menulis banyak nasihat di blog, status jejaring sosial, bahkan berpetuah dalam obrolan di warung, kedai kopi, di tengah resepsi pengantin — bertahun-tahun ia bertindak demikian, sampai ia lupa menasihati diri sendiri, dan menjadi jengkel dan marah bila dinasihati