Iman | Perspektif Sufi

26221198_963203020499318_4004431438477087526_o

 

Dalam sebuah hadis Rasulullah berbicara tentang makna kata Iman. Menurut Rasulullah, iman itu “mengakui dengan hati, mengucapkan dengan lidah dan beramal atau berbuat dengan anggota tubuh.” Hadis ini secara tersirat juga bermakna menunjukkan bahwa manusia memiliki tiga bagian yang diurutkan dengan jelas, yaitu “hati” yang adalah kesadaran paling dalam, “lidah” atau ucapan yang bersumber dari pemahaman, dan anggota badan. Ketiganya berbeda namun saling terkait. Karena berbeda, sering ketiganya dikaji oleh disiplin ilmu yang berbeda dengan standar yang berbeda pula.


“Beramal atau berbuat dengan anggota badan” adalah menjalankan keyakinan dalam laku, dan ini masuk wilayah yurisprudensi atau hukum. Di sinilah orang “tunduk” pada kehendak Allah dengan mematuhi perintah dan menjauhi larangan sebagaimana ditentukan dalam Syariat.

“Menyatakan dengan lisan” adalah ekspresi keimanan secara sadar dan rasional. Manusia berbeda dengan makhluk lain karena dia punya kemampuan bicara untuk menyampaikan pengetahuan, kesadaran, dan pengalaman yang ada di dalam hatinya. Ucapan atau kata-kata adalah wilayah pembelajaran kognitif, psikologis dan rasional,, di mana orang belajar melalui pengajian, khotbah, membaca kitab, berdiskusi dan semacamnya, dalam rangka mengenal dan memahami Tuhan, alam dan manusia itu sendiri.

Terakhir, “mengakui dengan hati” adalah mengakui kebenaran dan kenyataan (hakikat) dari objek iman dengan sepenuh kesadaran jiwa atau batin. “Hati,” atau qalb, dalam term Qurani adalah pusat hidup, kesadaran, akal-pikiran serta niat dan batiniah. Hati itu sadar dan tahu sebelum pikiran mengartikulasikan hasil pemikirannya, dan hati “bergerak” sebelum badan bergerak. Inti keimanan dijumpai dalam hati. Sebagian sufi menafsirkan bahwa inti keimanan ini disinggung oleh Rasulullah dalam sabdanya, “Iman adalah cahaya yang dianugerahkan Allah ke dalam hati dari siapapun yang Dia kehendaki.”

Tiga elemen iman ini paralel dengan tiga unsur yang disebutkan dalam jawaban Nabi atas pertanyaan Jibril. Wilayah tubuh diatur dan dikaji dan didefinisikan terutama oleh Syariat; dunia ucapan lisan diekspresikan dalam ilmu kalam, filsafat dan kajian-kajian religi lainnya; wilayah hati diasosiasikan dengan keindahan jiwa yang ada dalam naungan Ihsan. Untuk mencapai keindahan jiwa dan ihsan, hati harus bersih dan memahami kebenaran yang hakiki (al-haqq) dengan cara yang lebih dalam dan halus ketimbang melalui upaya kognitif (penalaran, pemikiran, emosi). Tindakan pada taraf ihsan harus bersumber dari kedalaman batin.

Jadi keimanan dalam Islam, menurut penafsiran sebagian Sufi, mengakui tiga elemen dasar religiositas – tubuh, lidah dan hati. Ini adalah wilayah dari “beramal saleh dan benar, berpikir benar dan prasangka baik, serta mengalami dan menyaksikan kebenaran hakiki dengan cara dan jalan yang benar.” Itu berarti seseorang yang beriman harus selalu, dan tidak kenal lelah, untuk berusaha “memperbaiki dan menyempurnakan perbuatan, menambah dan menyempurnakan pengetahuan, dan memperbaiki dan menyempurnakan diri.” Dalam ajaran Sufi, ketiganya tidak boleh dipisahkan.

Wa Allahu a’lam bi muradihi

 

Leave a comment