Mampir Cengengesan

1

 

Ada banyak alasan mengapa di jejaring media sosial aku lebih suka memosting hal-hal yang cengengesan daripada hal-hal serius lainnya. Salah satunya begini. Kupikir dulu yang namanya media sosial itu buat berteman. Ternyata bisa juga buat bertengkar, mencaci-maki, fitnah dan lain sebagainya. Dan fitnah atau pertengkaran di socmed lebih dahsyat, karena orang bisa berlindung di balik anonimitas. Entah sudah berapa banyak yang kena fitnah, atau termakan fitnah, ikut menyebar foto hoax dan berita bohong. Socmed itu viral, menyebarkan dan melipatgandakan penyebaran informasi dengan cepat. Bayangkan, jika kita ikut menyebar berita dusta atau fitnah, berapa luas jangkauan fitnah atau dusta itu. Mungkin kita bisa saja meminta maaf, tapi dengan situasi viral ini, kerusakan lebih cepat terjadi daripada permintaan maaf. Dan dari hoax yang kita sebar, berapa banyak orang yang memanfaatkannya dan ditambah-tambahi dengan cacian atau ejekan? Dan berapa banyak perasaan orang yang mungkin tersakiti oleh dusta, fitnah dan ejekan kita?

 Menyebar hoax dan bertengkar itu seperti melakukan kekeliruan ala MLM. Kita menyebar hoax/fitnah sekali, lalu “pendapatan dosa” kita terus berlipat-lipat seiring dengan banyaknya orang yang membaca dan ikut berbagi. Apakah istighfar kita cukup untuk menebus kekeliruan fitnah/hoax viral ini atau tidak, wa Allaahu a’lam. Jadi dalam satu pengertian, salah satu efek dari media sosial adalah mendorong kita, entah sadar atau tidak, untuk memamerkan keburukan diri kita melalui huruf-huruf mati. Kita berani memamerkan keburukan karena, walaupun kita terhubung satu sama lain, namun kita hakikatnya tersekat oleh hijab yang berbentuk huruf/teks dan gambar. Kita seolah mengurung diri dalam ruangan berdinding avatar, teks dan gambar, dan kita menafsirkan semua yang kita jumpai dalam layar menurut persepsi subyektif kita tanpa mengetahui atau tanpa peduli pada bagaimana kata-kata yang kita lontarkan akan memengaruhi orang lain secara negatif, menyakiti dan menghina orang-orang lain termasuk para orang baik dan ulama. Kita memenjarakan diri dalam tafsir kita sendiri, dalam ego kita sendiri. Bahkan kita mampu bertengkar, saling membenci hingga diam-diam mendendam, demi sesuatu yang tidak kita pahami benar. Yang lebih buruk adalah kita melampiaskan dendam dan kebencian kita dengan menggunakan ayat-ayat agama sambil mencaci-maki, berdusta dan memfitnah. Naudzubillahi min dzalik.

Pada akhirnya kita memang harus belajar mengendalikan diri. Media sosial memberi kita kebebasan, namun seringkali kita, sadar atau tidak, gagal memanfaatkan kebebasan itu dengan baik. Kita diperbudak oleh kebebasan untuk melontarkan segala sesuatu di media sosial, entah itu baik atau buruk, secara bebas.

Ada baiknya memang kita belajar untuk secara bebas memilih ketidakbebasan positif dalam arti mengikuti tata-aturan kebajikan, minimal kebaikan-kebaikan universal yang diamini sebagian besar manusia yang berakal dan/atau beriman, sebelum tiba suatu masa ketika kita dipaksa oleh keadaan untuk memilih tidak bebas.

 Di dunia non-cyber saja sudah sering puyeng kena masalah, lha kok di dunia internet nambah-nambahi masalah. Daripada ikut puyeng, bukankah lebih baik berbagi hal-hal yang baik, bermanfaat dan berpotensi menambah kawan atau persaudaraan; kalaupun itu tak bisa, lebih aman berbagi hal-hal cengengesan, guyon, mengentengkan pikiran, tertawa bersama. Media sosial penuh dengan hal baik dan buruk, tinggal bagaimana kita memilih menyikapinya. Aku pribadi, lebih memilih hal-hal yang baik, dan kalaupun hanya sedikit kebaikan yang bisa kukemukakan, aku lebih memilih menghindari ikut campur dalam hal-hal yang tidak dipahami benar, hal-hal yang menimbulkan kekisruhan, pertengkaran dan merusak hati dan pikiran; aku memilih bergembira bersama kawan di media sosial yang juga senang bergembira dengan semangat “srawung” 

Urip ing media sosial mung mampir cengengesan.

 

6 thoughts on “Mampir Cengengesan

  1. “srawung” apa mas? mudah2an aku juga bisa menahan diri agar tak melakukan hal2 buruk, bener kata Mbah Kanyut, dalam keseharian saja sudah byk masalah, ngapain ya cari2 masalah lagi di inet. enak yg adem2, seger2, lucu yaaa…kayak sampean, eh tulisannya 🙂

    Like

Leave a comment